LEWOLEBA – BENCANA banjir bandang yang meluluh-lantahkan wilayah Ile Ape pada 2020 lalu, ternyata masih menyisakan sejumlah permasalahan. Selain masalah status desa yang telah direlokasi, hingga saat ini wilayah Ile Ape Timur seakan dianaktirikan karena tidak mendapatkan porsi pembangunan terutama pembangunan infrastruktur jalan karena masuk zona merah.
Anggota DPRD Lembata dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Alek Arakian mempertanyakan keberpihakan Pemerintah Kabupaten Lembata dalam memberikan perhatian pembangunan untuk wilayah Ile Ape Timur karena masuk zona merah.
Padahal, di dalam program 100 hari kepemimpinan Bupati Petrus Kanisius Tuaq dan Wakil Bupati Muhamad Nasir, memasukan program penanganan ruas jalan segmen kritis pada ruas Lebala – Lebaata di Kecamatan Atadei dan Wulandoni dan segmen kritis Dulitukan – Kolipadan di Kecamatan Ile Ape.
“Sejumlah desa di Ile Ape Timur masuk zona merah, imbasnya pembangunan infrastruktur tidak dilaksanakan sama sekali. Dan dalam program 100 hari, tidak ada sentuhan infrastruktur ke Ile Ape Timur. Apakah Ile Ape Timur masih bagian dari Lembata atau tidak,? tanya Aleks Arakian.
Selain mempersoalkan pembangunan infrastruktur, ia juga mengangkat persoalan sejumlah desa yang telah direlokasi dan saat ini masuk wilayah administratif Desa Laranwutun.
Menurutnya, sampat tahun ini, status desa-desa tersebut belum jelas. Secara nasional, keberadaan desa-desa dimaksud seperti Lamawolo dan Waimatan masih terbaca di lokasi lama sebelum relokasi.
Dengan status yang belum jelas ini, pemerintah desa tak dapat memanfaatkan dana desa untuk membangun di lokasi relokasi.
Padahal, seharusnya dengan efisiensi anggaran saat ini, pemerintah desa dapat memanfaatkan dana desa untuk mengatasi persoalan yang ada di desanya.
“Dengan status yang belum jelas mereka tidak bisa. Seperti Waimatan dan Lamawolo ada di dalam Desa Laranwutun, tidak bisa ambil langkah khawatir dana desa dibangun di Desa Laranwutun,” tegasnya. (Tim LembataNews)