LEWOLEBA – Frans Tulung, Penasehat Hukum tersangka LYL, Kuasa Direktur CV Lembata Jaya yang disangka melakukan tindak pidana korupsi pengerjaan proyek jalan di Lembata telah menyiapkan dua ahli yang akan menjadi pembanding atas hasil pemeriksaan ahli yang dipakai tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata saat persidangan nanti. Dua ahli yang disiapkan yakni ahli bangunan dan ahli jalan.
Kedua ahli ini akan melakukan pemeriksaan lapangan sebagai bahan pembanding saat menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Kupang.
Frans Tulung, Penasehat Hukum tersangka LYL kepada wartawan di Lewoleba, Senin (16/9/2024) menjelaskan, sebagai pengacara, salah satu upaya untuk menguji validitas, ketepatan, dan keakuratan dari ahli penyidik kejaksaan, maka wajib saya diuji sebagai proses timbang uji dalam persidangan nanti.
“Itu normatif bagi kami sebagai pengacara, sehingga apa yang dihasilkan oleh jaksa diuji, itu hasil menurut ahlinya jaksa dan kami berhak menguji validitas, ketepatan dan prosedurnya itu pasti. Jadi nanti lihat saja dalam persidangan, tergantung nanti mau pakai ahli yang mana itu hak saya menunjukkan ahli yang mana. Asesment untuk ke sana sudah ada tapi untuk pastikan itu lihat nanti,” kata Frans Tulung.
Saat ini, lanjutnya, ia belum bisa bicara banyak karena untuk bisa membedah isi dari hasil kejaksaan nanti dalam persidangan. Dalam persidangan baru ada proses timbang uji untuk menguji saat gelar di persidangan agar ada check and balances.
“Fungsi pengacara kita adalah fungsi tadi. Fakta yang digelar di persidangan itu linier, kita mencari yang sebenarnya walau relatif. Yang benar dan sebenarnya itu beda. Yang benar itu formil sekali. Kalau bawa dari luar persidangan itu menurut kau, penilaian subjektif dan objektif. Dan itu nanti diuji di persidangan. Peran kami pengacara adalah tugas untuk mencuci hama kalau ada hama yang kotor yang dibawa dari hulu sehingga hilirnya keadilan itu bisa diperoleh di persidangan,” katanya.

Dengan penahanan dan penyampaian kerugian keuangan negara sebesar Rp2 miliar lebih, terus terang di luar sat ini sudah timbul segala macam opini. Dan selama ini tidak ada check and balance, baik dari pihak tersangka dan pengacara, sehingga seakan itu benar.
“Saatnya sekarang sebelum ke persidangan lihat saja nanti. Kami tentu tidak berpangku tangan dan lihat tugas kami adalah memverifikasi, memvalidasi apa bukti yang dipakai untuk menjerit tersangka serta nalar hukum yang dikemukakan dalam persidangan,” urai Frans Tulung.
Sehingga, keadilan di sidang nanti untuk pengadilan tidak akan pungut begitu saja, tetapi hasil dari menginstal fakta-fakta persidangan dan jadi fakta persidangan. Ia percaya hakim itu punya intelektual dan punya hati untuk menimbang dan menilai mana yang benar dan mana yang tidak dan mana yang sewenang-wenang.
Ia juga menyentil soal pemblokiran tanah milik tersangka LYL. Menurutnya, pemblokiran sebenarnya adik dari penyitaan. Penyitaan itu mengakibatkan pemblokiran, dan harus mulai dari penelusuran tentang konteks fakta apakah punya kolrelasi dengan waktu atau tidak sehingga berkaitan dengn kejahatan yang disangkakan dengan barang yang diblokir itu.
Artinya, harus ada korelasi antara waktu perolehan barang dan waktu tindakan kejahatan sehingga kontekstual, dan relefan atau tidak.
Namun demikian, ia tidak mengatakan bahwa pemblokiran yang dilakukan keliru karena ia belum tahu betul berkasnya, tapi penelusuran konteks benda dan waktu perbuatan masih raba-raba di luar kemasan hukum.
Pada prinsipnya penelusuran itu yang perlu dilakukan untuk melihat korelasi dan relevan dari segi waktu perbuatannya dengan barang yang ada.
Ia juga yakin, pengadilan sebagai pintu gerbang keadilan akan sangat jeli melihat fakta persidangan karena pengadilan dibingkai oleh moral dan spiritnya berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. .
“Harus yakin bahwa pengadilan itu masih sangat dipercaya, karena kalau dari awal tidak percaya mau apa. Percaya Tuhan dan keadilan ada di sana.
Fakta dan moral hukumnya berjalan. Kalau secara telanjang bahwa harus dihukum silahkan.
Jangan sampai paksakan diri di celah kecil. Itu fatalisme hukum,” tegas Frans Tulung.
Menurutnya, jaksa dan pengacara itu ibarat koki yang menyajikan menu, tinggal hakim menilai dan mau pakai koki jaksa atau pengacara atau pakai menunya sendiri. Proses ini yng dikatakan algoritma dalam proses peradilan. Mekanisme mencari keadilan.
Sudah Lihat Langsung
Ia juga mengakui sudah sempat ke lapangan dan melihat proyek yang dikerjakan kliennya LYL.
Secara kasat mata dan melihat fisual lapangan, dari lalulalang kendaraan dengan tonase besar, kondisi jlanny baik-baik saja.
“Dari kacamata saya jalan begitu bagus. Dan saya tanya ke masyarakat sekitar akui jalan bagus bahkan tanya apa masalahnya. Bertemu kendaraan besar masih tetap bagus,” kata Frans Tulung.
Dengan kondisi yang ada, maka akan mengikuti dan melihat fakta-fakta di persidangan.
Sehingga, pihaknya akan memakai dua ahli, yakni ahli bangunan dan ahli jalan.
Ia juga menilai bahwa Kerugian negara itu biasanya terkesan fantastis dan bisa juga bombastis sehingga membuat masyarakat opini mereka terhela dan menghukum lebih dulu secara moril akibat angka yang sedemikian rupa.
“Tetapi, dengan melihat fakta lapangan sangat jauh, tapi kita tidak tahu Apakah kuantifikasi berdasarkan menginstal hal yang benar-benar terjadi di lapangan. Makanya dibutuhkan uji lapangan dalam persidangan,” tandas Frans Tulung. (Tim LembataNews)