LEWOLEBA – Studi banding ke PLTP Kamojang, Jawa Barat yang sepenuhnya dibiayai oleh PT PLN memantik perhatian Ama Raya, praktisi hukum di Lembata. Ia meminta aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut dugaan gratifikasi dimaksud.
Dalam rilisnya yang diterima LembataNews.id, Selasa, 16 Juli 2024, Ama Raya menegaskan, mencuatnya dugaan oknum anggota DPRD Kabupaten Lembata menerima gratifikasi dengan modus cashback dari mitranya agar diusut tuntas oleh APH.
“Yah saya berharap semoga saja dengan isu ini bisa menggugah nurani rekan APH untuk masuk dan membongkar perbuatan tidak terpuji ini. Saya mau Lembata ini bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN),” tegas Ama Raya.
Dia menjelaskan, gratifikasi secara normatif sesuai penjelasan pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 yaitu “pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Adapun unsur pasal 12B ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001, berbunyi “setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Ancaman hukuman pidananya diatur di pasal 12B ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 yang berbunyi “pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Bahwa Penjelasan pasal 11 huruf (a) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 menambahkan jabatan lain yang masuk kualifikasi penyelenggara negara yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). (Tim LembataNews)