LEWOLEBA – Rencana pembangunan PLTP Atadei di Kecamatan Atadei baru diawali sosialisasi dan ekspos rencana pengadaan tanah. Janji PLN menggelar sosialisasi dampak pembangunan PLTP kepada masyarakat sejauh ini belum juga dilakukan. Namun, di tengah kegamangan masyarakat soal dampak negatif pembangunan PLTP Atadei, PT PLN (Persero) UPP Nusra III ternyata telah memboyong rombongan dari Lembata untuk studi banding ke PLTP Kamojang, Jawa Barat.
Rombongna yang terdiri atas pimpinan dan anggota DPRD Lembata, Penjabat Bupati Lembata dan sejumlah pimpinan OPD, masyarakat pemilik lahan dan wartawan sudah diberangkatkan menuju Kamojang pada Selasa, 16 Juli 2024.
Petrus Bala Wukak, anggota DPRD Lembata dari Fraksi Partai Golkar kepada LembataNews.id, Selasa, 16 Juli 2024 mengatakan, ia menolak berangkat studi banding ke PLTP Kamojang, Jawa Barat karena sepenuhnya difasilitasi oleh PLN.
Sebagai pejabat daerah, kata dia, tidak benar jika melakukan perjalanan untuk tugas ke luar daerah dengan biaya dari lembaga lain. Seharusnya, sebagai anggota DPRD, jika mengikuti studi banding seperti itu biaya sepenuhnya oleh lembaga Dewan.
Ia mengatakan, semula ketika dihubungi staf protokol pimpinan Pemkab Lembata, ia sempat mengiyakan untuk ikut dalam rombongan studi banding.
Akan tetapi, setelah tiket pergi pulangnya sudah dibeli, ia kembali mengkonfirmasi pihak protokol terkait pembiayaan. Ketika tahu bahwa semua pembiayaan difasilitasi oleh PLN, ia pun langsung menyatakan menolak dan tidak berangkat mengikuti studi banding dimaksud.
“Saya keberatan dan menolak jalan. Sikap saya ini untuk menghindari adanya gratifikasi kepada pejabat daerah dalam memuluskan aktivitas di sana (pembangunan PLTP Atadei) mengingat nilai proyek ini mencapai satu triliun rupiah,” tegas Bala Wukak.
Menurutnya, sebagai anggota DPRD, jika pembiayaan oleh lembaga Dewan maka ia akan ikut. Namun karena dalam kegiatan ini pembiayaannya sepenuhnya dari PLN maka ia menolak untuk berangkat.
“Model komunikasinya seperti apa oleh Pemda. Masakan tiketnya dibeli oleh PLN tapi yang membangun komunikasi malah Pemda. Saya sempat cek ke protokoler Pemda siapa yang fasilitasi, ternyata dibiayai PLN maka langsung saya tolak.
Semakin kecewanya saya ketika tahu bawa bupati pergi dengan biaya pemerintah dan tidak dibiayai oleh PLN. Ini siapa mau jebak siapa,” kata Bala Wukak.
Menurut dia, PLN memiliki kepentingan investasi di sana dan berangkat dengan dibiayai PLN perlu ditolak untuk menghindari gratifikasi.
“Perspektif lain dari dewan yang lain itu silakan tapi ini sikap saya. Kalau jalan dibiayai lembaga maka tentu saya jalan. Tapi karena dibiayai PLN maka saya tolak,” kata Bala Wukak.
Selain alasan pembiayaan, lanjut Bala Wukak, ia juga menolak berangkat studi banding karena tanggung jawab perusahaan (PLN) sampai saat ini belum tuntas, baik itu menyangkut ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan cagar budaya setempat.
“Saya inginkan semuanya clear dulu baru bisa jalan. Sebelum semuanya clear, harus duduk omong dulu. Anggarannya satu triliun jangan sampai dewan dianggap menerima suap,” tegasnya dan menambahkan, sosialisasi soal dampak pembangunan PLTP pun sejauh ini belum juga dilakukan pihak PLN.
“Bahwa bicara energi listrik, semua tentu mendukung, tapi karena ini akan berada di lokasi permukiman maka harus di-clear-kan dulu,” tandas Bala Wukak. (Tim LembataNews)