LEWOLEBA – Pemerintah Kabupaten Lembata diminta secepatnya membantu merujuk secepatnya Meysa Cathelin Witak, siswi SMPN 1 Nubatukan yang jadi korban penyiraman air keras. Korban tidak boleh dibiarkan terlalu lama hanya mendapatkan penanganan di RSUD Lewoleba yang memiliki fasilitas yang terbatas. Ia harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas memadai agar bisa mendapatkan penanganan lebih baik.
Anggota DPRD Lembata dari Fraksi Partai NasDem Jhon Batafor kepada LembataNews.id, Rabu, 16 Oktober 2024 mengatakan, saat ini sudah banyak komunitas masyarakat yang tersentuh dan mulai menggalang dana untuk membantu korban. Seharusnya, aksi menghimpun dana ini menjadi tamparan bagi pemerintah yang sebenarnya lebih memiliki kuasa dan kewenangan untuk membantu korban. Seharusnya, setelah membentuk tim dan menggelar rapat lintas sektor, pemerintah sudah langsung mengambil langkah penanganan. Sayangnya, sejauh ini belum ada progres penanganan terhadap korban.
Menurut Jhon, peristiwa yang menimpa Meysa ini merupakan peristiwa kemanusiaan yang membutuhkan aksi nyata dan tidak sekadar mengutuk aksi pelaku penyiraman.
Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah dan bila perlu menggunakan dana bantuan sosial penanganan kemanusiaan untuk membantu merujuk korban ke rumah sakit yang fasilitasnya lebih memadai.
“Kalau sudah rapat tim, progresnya seperti apa. Jangan terlalu lama. Jangan lagi ikut petunjuk dokter bahwa harus tunggu prosedur sampai tahap donor mata baru dirujuk. Kalau bisa dirujuk secepatnya,” kata Jhon Batafor.
Menurutnya, peristiwa penyiraman air keras ini menjadi teror menakutkan bagi masyarakat. Kondisi lampu jalan yang tidak menyala akan semakin membuat masyarakat khawatir. Beruntungnya, pelaku sudah ditangkap dan diamankan polisi, sehingga kekhawatiran masyarakat berkurang.
Tetapi, kata Jhon, peristiwa ini hendaknya tidak menjadi tren ke depannya seperti peristiwa bunuh diri yang marak dan menjadi jalan penyelesaian masalah.
“Kalau boleh peristiwa penyiraman ini ditetapkan sebagai hari perlindungan anak dan perempuan di Lembata supaya ke depan tidak terjadi lagi pada anak-anak Lembata yang lain,” tandasnya.

Peristiwa penyiraman yang menimpa Meysa Witak telah mendapatkan simpati banhyak kalangan. Di Kota Lewoleba, komunitas masyarakat yang peduli telah menggelar aksi seribu rupiah untuk membantu pengobatan korban.
Salah satu aksi menghimnpun donasi dilakukan Rini Bangunhari dan rekan-rekan di perempatan Pasar TPI Lewoleba, Selasa, 15 Oktober 2024 sore lalu. Aksi digelar dari pukul 17.00 sampai dengan pukul 23.00. dari aksi mereka itu, telah berhasil menghimpun dana sebesar Rp7.430.500.
Rini Bangunhari, pemerhati perempuan dan anak di Lembata mengatakan, ia bersama rekan-rekannya telah melalukan penggalangan dana guna membantu korban penyiraman air keras.
“Bersama rekan-rekan kami sudah gelar aksi di perempatan Pasar TPI. Kami masih akan lanjutkan aksi ini,” katanya.
Selain menggalang donasi langsung dengan turun ke jalan, ia dan rekan-rekannya juga diminta membuka rekening donasi. “Banyak orang Lembata dan masyarakat yang peduli dengan Adik Meysa di luar yang juga mau bantu. Mereka minta kami buka rekening donasi,” katanya.
Penjabat Bupati Lembata Paskalis Ola Tapobali mengatakan, pihaknya akan membicarakan pemanfaatan dana BTT dengan DPRD. Ia akan kembali menggelar rapat sekembalinya di Lembata dan melibatkan semua komponen Pentahelix untuk bersinergi membantu korban.
“Ini masalah kemanusiaan, sehingga unsur Pentahelix perlu ambil bagian di dalamnya tidak hanya Pemda,” kata Paskalis Tapobali. (Tim LembataNews)