LEWOLEBA – Proses dan tahapan Pilkada Lembata 2024 memasuki pengundian dan penetapan nomor urut pasangan calon dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Lembata tahun 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lembata mengajak media di Lembata ikut mengawasi setiap tahapan Pilkada.
Ketua Bawaslu Lembata Thomas Febry Bayo Ala dalam media gathering di 3G Cafe, Minggu (23/9/2024) mengatakan, dalam kaitan dengan diseminasi informasi, media bisa menjadi penyambung dan penerus informasi kepada masyarakat. Karena itu, Bawaslu mau melibatkab semua stakeholder terutama media dalam proses pengawasan tahapan.
“Semua dapat diliput semua tahapan sesuai PKPU dan keterbukaan informasi sangat penting agar masyarakat merasakan euforia pelaksanaan pemilihan. Euforia tidak saja sebagai objek tetapi sebagai subjek yang proaktif dalam proses yang dilakukan dalam pemilihan.
Euforia tidak saja pada pemungutan suara di TPS tapi juga keseluruhan proses dalam tahapab bisa diikuti dan dipantau, dan diawasi secara baik dan bisa dapatkan informasi yang benar dan baik dan komprehensif,” tegas Febry Bayo Ala.
Emanuel Prason Krofa, pengamat politik dari Institut Nimo Tafa saat tampil sebagai pembicara dalam media gathering yang mengusung tema “Meneropong Dinamika Politik eEektoral Pasca Pengucapan Sumpah/janji Anggota Legislatif menuju Pemilihan 2024 di kabupaten Lembata menegaskan, bicara pemilu orang getol memasukan indikator tingkat partisipasi. Secara makro masuk melalui mars.
Dikatakannya, membedah keberhasilan pemilu yang baik yakni meneropong partisipasi prmilih. Korelasi itu dibuat bukan sekadar mengatakan ada kewajiban seperti itu. Jika diikuti sebelum keputusan MK mengeluarkan keputusan, ada perdebatan soal kotak kosong.
Hal itu menurutnya sama dengan golput di era 80-an yang digerakkan Budiman sujatmiko dan kawan-kawan. Perdebatan itu lahir dari kedangkalan berpolitik. Kenapa harus risau dengan orang mau memilih atau tidak.
“Tingkat partisipasi tinggi tapi tidak diikuti atribut kualitatif maka apalah gunanya. Jangan sampai tingkat partisipasi tinggi tapi yang terjadi adalah mobilisasi bukan partisipasi. Ini titik kritis membaca indikator yang sering digaungkan mengukur pemilu berkualitas atau tidak,” tegas Eman Krofa.
Menurutnya, proses seseorang keluar dari rumah ke TPS itu penting untuk membaca tingkat partisipasi. Apakah keluar dalam kesadaran untuk partisipasi atau keluar dalam ketidaksadaran karena dimobilisasi.
“Ini yang perlu dicari tahu untuk memastikan hak-hak secara administratif terpantau secara baik. Jangan sampai senang setelah diumumkan tingkat partisipasi tinggi, tapi tidak tahu partisipasi karena apa. Dan jangan sampai teman-teman media juga bagian dari mobilisasi,” kata Eman Krofa. (Tim LembataNews)