LEWOLEBA – Diskusi Pangan Baik yang digagas Yaspensel Keuskupan Larantuka di aula Perpustakaan Goris Keraf pada Selasa, 20 Agustus 2024 yang dibuka Asisten III Sekda Lembata Mans Dai Wutun, diawali dengan seruan aksi.
Seruan aksi ini lebih difokuskan soal air.
Berikut seruannya yang dibacakan bersama para anak muda.
LEMBATA “TAMPAN” MEMANGGIL….
Kita semua wajib terhentak dengan fakta bahwa 72 persen permukaan bumi yang tertutup air namun hanya 1 persen yang bisa diakses dan digunakan sebagai air minum dan keperluan sanitasi. Bahkan di tahun 2050, 500 juta petani kecil sebagai penyumbang 80 persen pangan dunia diprediksi paling rentan mengalami kekeringan.
Tanpa air tidak ada makanan, tidak ada perdamaian, tidak ada kehidupan. No water no life, no growth. Oleh sebab itu, air harus dikelola dengan baik karena setiap tetesnya sangat berharga.
Pengelolaan sumber daya air menjadi kunci untuk adaptasi iklim dan pendekatan pengelolaan sumber daya air merupakan bagian kunci dari persiapan dan peningkatan ketahanan terhadap guncangan iklim. Menggabungkan pendekatan pengelolaan sumber daya air dan adaptasi iklim, serta mengumpulkan dan membagikan praktik terbaik dapat membantu membangun ketahanan terhadap bencana yang terkait dengan perubahan iklim. Mengelolanya secara berkelanjutan dan mempertahankan fungsi dan layanan mereka untuk semua pengguna melibatkan pendekatan inovatif yang berkelanjutan dengan melibatkan seluruh masyarakat.
Karena itu di Moment Perak kabupaten Lembata ini. Di usia berotonomi Lembata yang ke 25 ini, kami mengajak semua Elemen untuk satu pikiran, satu hati bersama kami untuk menyukseskan TAMPAN FOR LEMBATA YANG BERKELANJUTAN : TANAM DAN PANEN AIR UNTUK LEMBATA YANG BERKELANJUTAN.
Let’s preserve our water today for shared prosperity tomorrow. Lestarikan Air Kita Hari Ini Untuk Kesejahteraan di Masa Depan.
Sementara dalam diskusi, Pemerhati Lingkungan Petrus Pulang mengatakan, konservasi mata air harus dilakukan untuk menjaga mata air tetap baik. Hanya saja, upaya konservasi mata air yang dilakukan selam ini agak keliru.
“Kesalahan di Lembata itu konservasi mata air itu langsung di mata air. Padahal, seharusnya satu kilometer dari mata air. Mau konservasi jangan di daerah mata air tapi di daerah tangkapan air,” tegasnya.
Ia mengajak juga mendorong agar di setiap kantor pemerintah harus pula membuat sumur resapan demikian pula di setiap rumah warga.
“Setiap kantor harus memiliki sumur resapan, jelang ulang tahun Lembata semua pegang skop gali sumur resapan.
Setiap rumah harus punya sumur resapan,” katanya.
Sementara itu, Eman Krofa, Direktur Nimo Tafa mengatakan, dari diskusi yang ada, harus melahirkan rekomendasi yang lebih teknis. “Kalau mau kejar 1.000 tangkapan air maka harus dilakukan secara masif. Tiap desa harus ada target dan kantor pemerintah pun harus lakukan supaya jangan malu dengan desa,” tegasnya.
Ia mengatakan, sesuai rekomendasi maka pada 11 Oktober nanti harus
Kerja sama lintas sektor secara baik. Aksi-aksi di desa-desa, minimal ada tujuh resapan air di setiap desa.
Menurutnya, jika ditambah kantor pemerintah maka akan begitu banyak resapan air
“Kondisi saat ini menyadarkan bahwa sedang hidup dalam dunia yang tidak tahu diri. Jika sudah merusak maka harus memperbaiki dengan membuat resapan air,” tandas Eman Krofa. (Tim LembataNews)