LEWOLEBA – Pelaksanaan seminar budaya dalam rangka pelaksanaan pembangunan PLTP Atadei pada Jumat, 9 Agustus 2024 mengungkap fakta tradisi dan budaya masyarakat di lokasi panas bumi yang akan dimanfaatkan PT PLN membangun PLTP. Walau dalam seminar budaya ini sempat terjadi insiden angin kencang yang merusak tenda di lokasi seminar, namun kemudian seminar dapat dilanjutkan setelah dipindahkan ke kantor desa setempat.
Simon Wawin, salah satu tuan tanah yang hadir dalam seminar budaya mengatakan, Nenek Kar itu baik tapi jangan melawannya.
“Nenek Kar itu baik tapi, kita tidak boleh lawan dia. jika ada yang lawan, itu bisa bahaya. Nene Kar akan marah, galak, lebih brutal dan menyusahkan,” urai Wawin.
Watuwawer, terang Simon, pernah menghadapi persoalan serius tahun 1940-an dan 1980-an yakni, Watuwawer pernah pecah dua kali dan itu karena kesalahan. Sehingga ia berharap jangan lagi terulang.
Menurutnya, dua hal yang hanya dipikirkan saat ini yakni soal kesehatan dan keselamatan.
“Saya sampaikan ini karena ingin menyelamatkan masyarakat Lewogroma, Watuwawer, Lewokoba, dan Benolok ditambah dengan insinyur yang datang jauh-jauh itu,” tegas Simon Wawin.
Petrus Ata Tukan, salah satu pembicara menekankan bahwa ritual Ploe Kwar tidak dapat dipindahkan dari lokasi dapur alam.
Ritual ini tidak bisa di tempat lain. Dia harus berada di tempatnya Ina Kar.

Diakon Eusabius Purwarta Manehat, SVD, salah satu pembicara seminar mengatakan, kehadiran proyek itu tidak boleh memecah bela warga sebagai komunitas umat gerejani.
Manager Pertanahan dan Sertifikasi PT PLN UIP Nusa Tenggara Bobby Robson Sitorus mengatakan, PLTP memiliki dampak yang besar jika tidak dikebbalikan atau dikontrol.
Ia mencontohkan soal H2S, pihaknya akan menggunakan detektor untuk mengetahui apakah sudah melebihi ambang batas atau tidak. Demikian juga jika ada kebocoran pipa, akan ada cara teknis operasional yang bisa dilakukan.
Demikian juga soal lumpur hasil pengeboran. Pihaknya akan membuat kolam penampung berukuran 12 X 15 di kawasan PLTP untuk menampung lumpur, sementara sisa air akan dimasukan kembali ke dalam sumur bor.
Saat ini, lanjutnya, pihaknya hanya sosialisasi terkait pengadaan tanah.
“Kami awali dengan seminar budaya, tapi PLN hanya sebagai pendengar dalam seminar ini, karena seminar ini dilakukan oleh para ahli budaya di Lembata,” ujar Robinson.
Dia menjelaskan, pada 2004 memang sudah dilakukan pengeboran dan saat ini ada dua sumur bor. Tetapi, pengeboran itu untuk penelitian yang berpotensi 10 Mega Watt. Karena dua sumur itu untuk penelitian, maka PLN akan melakukan pengeboran sumur panas bumi baru di lokasi tersebut.
Proyek geotermal Atadei menargetkan energi listrik dengan kapasitas 10 MW yang direncanakan mulai beroperasi pada 2027.
PT PLN telah mendapat izin prinsip dari Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur pada 27 November 2020, di mana luas lahan yang menjadi lokasi proyek 31.200 hektare. (Tim LembataNews)