Selasa, Juli 8, 2025
  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Careers
  • Contact
Lembata News
  • Home
  • Hukrim
  • Polkam
  • Travel
  • Ekbis
  • Humaniora
  • Sport
  • Nasional
  • Dunia
  • Life Style
  • Login
No Result
View All Result
Lembata News
No Result
View All Result
Home Headline

Leye, Sejarah dan Peradaban Masyarakat Kedang

LembataNews by LembataNews
Maret 22, 2024
in Headline, Humaniora, Travel
0
Leye atau dalam bahasa Jaa disebut Jali jali merupakan salah satu pangan lokal yang terancam punah. Leye di wilayah Kedang merupakan salah satu pangan lokal yang masih dipertahankan berkat tradisi adat masyarakat setempat terkhusus di Desa Hoelea 1 dan Hoelea 2, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Leye atau dalam bahasa Jaa disebut Jali jali merupakan salah satu pangan lokal yang terancam punah. Leye di wilayah Kedang merupakan salah satu pangan lokal yang masih dipertahankan berkat tradisi adat masyarakat setempat terkhusus di Desa Hoelea 1 dan Hoelea 2, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

0
SHARES
72
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
  • Leye, dan Sekelumit Kisah Jadi Makanan Utama Suku Leuhoe

KABUPATEN Lembata memiliki begitu banyak jenis pangan lokal. Pangan lokal yang sudah dikonsumsi masyarakat secara turun temurun itu, masih tetap dipertahankan hingga saat ini. Hanya saja, kemajuan perkembangan zaman, dan pergeseran pola konsumsi dari pangan lokal ke pangan beras, menyebabkan kebiasaan mengkonsumsi pangan lokal pun perlahan mulai ditinggalkan

Related posts

PT PLN (Persero) UIP Nusra meraih penghargaan predikat Platinum SDGs kategori Air Bersih dan Sanitasi Layak untuk program bertajuk "Dari Lereng ke Ladang dan Puskesmas: Cerita Air Bersih dari Poco Leok".

PLN UIP Nusra Sabet Penghargaan Nusantara CSR Awards 2025 untuk Program Air Bersih dan Sanitasi di Desa Lungar

Juli 4, 2025
Bupati Lembata Petrus Kanisius Tuaq didampingi Wakil Bupati Muhamad Nasir menyerahkan SK CPNS kepada dua perwakilan CPNS Formasi Tahun 2024 saat apel kesadaran di halaman kantor Bupati Lembata, Senin, 30 Juni 2025.

650 CPNS Lembata Terima SK, Bupati Kanis Tuaq: Berikanlah Pelayanan Terbaik dan Tunjukkan Dedikasi

Juni 30, 2025

Akibatnya, aneka ragam jenis pangan lokal yang selama ini gencar dibudidayakan itu pun, perlahan mulai ditinggalkan. Akhirnya, karena tidak rutin dikonsumsi, masyarakat lalu mulai perlahan meninggalkan dan tak lagi membudidayakannya secara rutin. Dampaknya tentu sama sama sudah diketahui. Komoditas pangan lokal itu pun perlahan lenyap dan terancam punah.

Salah satu jenis pangan lokal yang nyaris punah di tanah Lembata adalah leye (bahasa Kedang) atau dalam bahasa Indonesia disebut jelai atau jali-jali.

Pangan lokal masyarakat Kedang ini, saat ini sudah jarang dikembangkan oleh masyarakat Kedang khususnya, dan Lembata pada umumnya. Kepunahan tanaman leye semakin m ngkhawatirkan.

Beruntung, masyarakat adat di Hoelea, Kecamatan Omesuri sejauh ini masih membudidayakan tanaman leye yang ditanam khusus di Leu Tuan (kampung lama) Leuhoe di Desa Hoelea 2.

Masih dibudidayakannya tanaman leye oleh masyarakat adat Leuhoe ini tak lepas dari tradisi mengkonsumsi leye. Ada sebagian suku di Hoelea secara turun-temurun hanya mengkonsumsi pangan lokal jenis leye ini. Para ibu dari suku-suku tertentu tidak dibolehkan mengkonsumsi pangan beras dan jagung, dan hanya bisa mengkonsumsi leye yang oleh masyarakat dikenal dengan istilah “puting” atau pantangan.

Karena pantangan inilah maka masyarakat adat Leuhoe wajib menanam leye setiap musim tanam, selain untuk dikonsumsi oleh para ibu yang puting beras dan jagung (Anen dan watar) juga untuk menjamin pasokan leye selalu ada.

Selama ini, leye pun ditanam oleh masyarakat adat Leuhoe dan Leu Tuan Leuhoe menjadi pusat penanaman leye. Di tempat ini, hanya diperbolehkan menjadi lahan tanam leye dan aneka umbi-umbian. Sedangkan tanaman padi dan jagung tidak boleh di tanam di lokasi Leu Tuan Leuhoe.

Leye menjadi makanan utama masyarakat adat Leuhoe, memiliki sejarahnya tersendiri sebagaimana penuturan pelaku budaya Desa Hoelea 2 Marselinus Moi.

Ia mengisahkan, pada zaman dahulu kala, tinggalan satu keluarga dari Suku Leuhoe bernama Au Beni bersama istrinya Lomba Rian yang berasal dari Mata Mamuq, Desa Roma saat ini. Mereka mempunyai tiga orang anak, yaitu Rian Au, Oreng Au, dan seorang anak perempuan bernama Meng Au.

Rian Au sebagai anaq meler (anak sulung), memiliki tiga orang anak, yaitu Hoeq Rian, Dale Rian, dan Boki Rian.

Hoeq Rian memiliki anak laki-laki bernama Leu Areq yang setiap hari kerjanya mengiris tuak. Setiap pagi dan sore hari ia pergi mengiris tuak. Di bawah pohon tuak yang ia iris, tumbuh sebatang jagung yang subur yang selalu dijaga, dibersihkan dan dirawatnya hingga berbunga dan berbuah.

Setiap hari, Leu Areq selalu menghampiri pohon jagung itu. Ia lalu berkata, “Kalau o noq areq rian, ei uq o jadi koq weq Rian”. (Kalau engkau menjelma menjadi perempuan, saya akan mengawinimu).

Hari pun terus berganti dan setiap hari, ia tak pernah lupa menjumpai jagung yang tumbuh di pohon tuak yang ia iris. Setiap kali pula ia mengulang ucapannya kepada jagung itu

Suatu pagi, ketika Leu Areq kembali ke pohon tuak yang ditumbuhi jagung untuk mengiris tuak, ia dikagetkan dengan hadirnya sosok perempuan yang sangat cantik di dekat pohon tuak. Jagung yang ia rawat dan temui selama ini, telah berubah wujud menjadi gadis jelita yang cantik rupawan.

Leu Areq lalu membawa gadis itu kembali ke rumah bertemu orangtuanya Hoeq Rian ya g kemudian mengawinkan anaknya Leu Areq dengan gadis cantik jelmaan jagung itu.

Perkawinan Leu Area dan gadis jelmaan jagung itu menghasilkan beberapa orang anak. Salah satunya adalah Ronaq Leu yang kemudian menikah dan turunannya antara lain Wereq Ronaq dan Omaq Ronaq.

Sejak saat itu, Suku Leuhoe pun mulai pantang memakan jagung, karena salah satu nenek moyang mereka jelmaan dari jagung. Tak hanya pantang jagung, Suku Leuhoe pun mulai pantang wereg (jewawut), juga omaq (bengo).

Tempat Tinggal Auq Beni
Au Beni tinggal di Leu Tuan (Kampung Lama) Leuhoe yakni di Murin Buri Maren O’ar.

Pada suatu hari, mereka melihat lamun lolon (rumput laut) tumbuh di Leu Tuan Leuhoe. Akhirnya mereka pun pindah ke tempat baru.

Di tempat tinggal yang baru itu, terjadi suatu kejadian yang sangat luar biasa. Langit dan awan tebal menyelimuti tempat tinggal mereka. Kampung itu menjadi gelap gulita.

Akhirnya Aku Beni bersama keluarganya membuat busur dan anak panah dari batang leye. Mata panahnya terbuat dari tulang manusia. Busur dan anak panah yang mereka buat itu mau digunakan untuk memanah awan tebal yang membuat kampung mereka menjadi gelap gulita.

Sebelum memanah, mereka terlebih dahulu membuat janji, tidak akan memakan jagung karena ibu dari turunan Leuhoe jelmaan dari jagung. Karena itu, mereka berjanji akan menjadikan leye sebagai makanan utama Suku Leuhoe.

Setelah membuat perjanjian itu, AU Beni lalu memanah ke langit, dan keajaiban pun terjadi. Awan gelap yang menutupi kampung lenyap seketika. Kampung mereka kembali terang dan mereka dapat hidup dengan damai.

Sejak saat itu, Suku Leuhoe tak lagi mengkonsumsi watar (jagung), omaq (benfo), dan Wereq (jewawut), serta motong (daun kelor).

Sehingga, mereka pun hanya mengkonsumsi leye dan di Leu Tuan Leuhoe hanya bisa ditanami leye dan umbi-umbian. Sedangkan jagung, padi, jewawut, dan bengo tak bisa ditanam di Leu Tuan Leuhoe.

Di Leu Tuan Leuhoe pun dibangun rumah adat suku-suku Leuhoe. Terdapat tujuh suku yang memiliki rumah adat di Leu Tuan Leuhoe, yakni Suku Leuhoe Tubar, Leuhoe Take, Leuhoe Payong, Suku Belutowe, Edangwala, Yaboki, dan Suku Nolowala.

Setiap tahun, selalu rutin digelar ritual di Leu Tuan Leuhoe. Terdapat empat jenis ritual yang digelar dalam satu tahun, yakni ritual miwaq mule atau tanam perdana, ritual bele witing tuaq, ritual kuq leye atau panen leye, dan terakhir ritual ka weru atau ritual makan hasil panen baru. Untuk ritual ka weru ini, seorang yang menjalani puting atau pantang, tidak diperkenankan mengkonsumsi hasil panen baru. Sebelum ritual ka weru, ia hanya boleh mengkonsumsi hasil panen tahun sebelumnya. Ia baru bisa mengkonsumsi hasil panen baru setelah menjalani ritual ka weru.

Itulah sekelumit kisah peradaban masyarakat Kedang di Leu Tuan Leuhoe, yang terus terjaga hingga saat ini. (Tim LembataNews)

Previous Post

Herman Belutowe, Setia Dalam Usaha Virgin Coconut Oil

Next Post

Gempa Magnitudo 6,1 Guncang Tuban, Terasa hingga Semarang

Next Post
Ilustrasi Gempa

Gempa Magnitudo 6,1 Guncang Tuban, Terasa hingga Semarang

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

RECOMMENDED NEWS

Alexander Tifaona, Founder dan CEO BATARA (kiri) dan Alfons Loemau, Komisaris Utama PT Sasando (tengah) berjabat tangan usai penandatanganan MoU pada Desember 2023 lalu.

Bangun Komitmen Hijaukan NTT, BATARA Kirim Malapari ke PT Sasando

11 bulan ago
Petrus Kanisius Tuaq, Calon Bupati Paket Tunas berbicara di hadapan pengurus Partai NasDem saat konsolidasi internal di aula Kopdit Ankara, Jumat, 18 Oktober 2024.

Hadir di Konsolidasi Internal NasDem Lembata, Kanis Tuaq: Kehadiran Siang Ini Jadi Semangat Baru Jelang Pilkada

9 bulan ago
Tindak Lanjut Jontona Desa Budaya, Segera Dibangun Kawasan Cagar Budaya Lewuhala

Tindak Lanjut Jontona Desa Budaya, Segera Dibangun Kawasan Cagar Budaya Lewuhala

1 tahun ago
Mobil golf atau buggy car dan dua motor konversi hasil program konversi gratis karya siswa SMKN 3 Mataram binaan PT PLN (Persero) UIP Nusra yang dipamerkan di ajang Electric Vehicle (EV) Experience Chapter 3 2025 di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Selasa, 20 Mei 2025.

Molis SMKN 3 Mataram Tampil di EV Experience Chapter 3 Mandalika, Bukti Kesiapan NTB Menuju Transisi Energi

1 bulan ago

FOLLOW US

BROWSE BY CATEGORIES

  • Dunia
  • Editorial
  • Ekbis
  • Headline
  • Hukrim
  • Humaniora
  • Life Style
  • Nasional
  • Polkam
  • Sport
  • Travel
  • Uncategorized

BROWSE BY TOPICS

#Business #Delivery #Investment #Planning #Services #Solution #Wise 2018 League Balinese Culture Bali United Budget Travel Champions League Chopper Bike Doctor Terawan Istana Negara Market Stories National Exam Visit Bali

POPULAR NEWS

  • Dokter Syafira yang menangani korban sedang memberikan penjelasan kondisi korban kepada keluarga di ruang bedah RSUD Lewoleba, Senin, 14 Oktober 2024.

    Disiram Air Keras, Meysa Chatelin Witak Terbaring Lemah di Ruang Bedah RSUD Lewoleba

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Koko Cimeng, Predator Penyuka Siswi SMP

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Politisi PKB, PDIP, dan PKS Dukung Paket Tunas, Kok Bisa Begitu, Ada Apa Ya????

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Forum Puspa Kecam Perlakuan Tak Manusiawi pada Anak di Bawah Umur di Desa Normal 1

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tiga Temuan Inspektorat Belum Ditindaklanjuti, Masyarakat Peduli Desa Roma Tuntut Kades Roma Dinonaktifkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Alamat Redaksi : Lewoleba Timur, Nubatukan, Nusa Tenggara Timur

Follow us on social media:

  • Tentang Kami
  • Advertise
  • Careers
  • Contact

© 2024 - lembatanews.id

No Result
View All Result
  • Home
  • Hukrim
  • Polkam
  • Travel
  • Ekbis
  • Humaniora
  • Sport
  • Nasional
  • Dunia
  • Life Style
  • Editorial

© 2024 - lembatanews.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In